Rabu, 30 Desember 2009

KPK @ glance
KPK (komisi pemberantasan korupsi) yang dibentuk presiden diawal masa jabatannya ternyata menuai banyak tantangan. Walau begitu, ternyata badan independen ini terbukti telah berhasil jauh lebih banyak dan efisien menumpas korupsi daripada kakak-kakaknya yang terdahulu seperti kejaksaan atau polisi. Kita patut menyatakan salut buat kerja keras aparatur hukum tersebut. Harapan perubahan besar yang akan dibuatnya dan sedang di buatnya membuat mata kita terbeliak dan membuat kita layaknya menghunus pedang untuk mengobarkan semangatnya. Tidak main-main, Dihentakkan oleh kekuatan yang luar biasa dari mandat presiden sendiri KPK memacu bak singa kelaparan menghajar mangsanya yang mencoba bermain-main diatas hukum. KPK tergolong badan hukum hampir dengan kekuasaan yang tak terbatas.


Tapi timbul pertanyaan apakah badan ini akan terus mengiringi perjalanan bangsa ini? Sampai kapan korupsi merajalela di Indonesia? Dan satu lagi apakah KPK dengan kekuasaannya besar yang dimilikinya mampu mempertahankan citranya dan komitmennya baik secara lembaga maupun individu? Karena menurut Montesqui,dalam perspektif kekuasaan kita ingat tiga kecenderungan orang berkuasa. Kecendrungan itu adalah cenderung mempertahankan kekuasaan, memperbesar kekuasaan, dan kecendrungan untuk memanfaatkan kekuasaan. Nah ditengah kekuasaan KPK yang tergolong besar apakah KPK mampu ajeg dalam melihat dan memanfaatkan kekuasaannya itu? Coba perhatikan individu ketua KPK, Antasari Azhar,
Parah sekali kalau sampai lembaga ini korup dan kemudian kita reformasi lagi dengan membentuk lembaga yang baru (baik dengan atau tidak dengan format yang sama) dan kemudian seiring dengan itu lembaga yang baru akan korup lagi karena kekuasaan yang dia punya dan kita reformasi lagi.
Memang pernyataan presiden yang menekankan pentingnya pendidikan sebelum penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi sarat makna. Terlebih presiden juga meminta aparat penegak hukum tidak menjebak warga Negara. Sangat kontroversial dan bisa melemahkan gerakan pemberantasan korupsi. Tapi mari kita tanggapi positif dan lihat lebih jauh makna pernyataan orang nomor satu Indonesia ini. Secara tersirat presiden sebenarnya mengingatkan kita jangan hanya terbuai dengan entakan-entakan yang dibuat KPK, tepuk tangan atas penggrebekan-penggrebekan instansi pemerintah mulai dari eksekutif sampai legislatif. Kita seharusnya menyadari, hal yang lebih dalam daripada itu, ternyata korupsi sudah mengakar di Indonesia bahkan menggerogoti seluruh sendi-sendi kehidupan bernegara kita. Bayangkan saja instansi BI yang kita seharusnya independen dan bersih itu, karena merupakan pilar penjaga ekonomi bangsa, ternyata menyimpan ‘kebusukan’, bahkan yang lebih memiriskan hati gubernurnya sendirilah yang tersangka. Dimana lagi letak citra BI yang dipercaya mengawal ekonomi makro Indonesia. Pantas saja Negara kita krisis berkepanjangan.
Yang lebih edan lagi hulu dari kehidupan Negara Indonesia justru ternyata tak kalah korupnya. Sungguh memilukan jika kembali mengingat kata-kata filsafat perancis, montesqui, bahwa “negara yang badan legislatifnya lebih korup dari eksekutif tinggal menunggu karamnya”. Layakkah lagi bapak-bapak yang berkantor di bundaran HI itu memegang amanah rakyat atau jangan-jangan mereka sudah sengaja ingin merusak Negara ini dari dalam?
Melihat kondisi yang parah ini apakah kita cukup membentuk KPK yang kita bebani dengan seribu satu macam tanggungjawab dan kita harapkan menjadi obat ajaib mandraguna yang akan mengatasi korupsi? Tidak. Tidak akan segampang itu. Lihat saja gejalanya banyak kalangan yang mulai gerah dan akan berusaha memandulkan kejantanan KPK. Terlihat dari cobaan-cobaan yang dihadapi KPK belakangan ini. Mulai dari kasus Antashari Azhar sampai bibit-Chandra. Terlepas apakah mereka memang mempunyai cacat hukum atau tidak. Terlihat jelas ada pendegradasian semangat awal KPK yang merupakan skandal konspirasi busuk orang-orang yang akan menjatuhkan KPK. Itu di satu sisi. Di sisi lain, Akan menjadi sangat susah ketika pertanggungjawaban KPK menjadi tidak jelas ketika dia berhadapan dengan lembaga legislatif yang terhormat. Akan menjadi munafik dan mubazir ketika kita memberantas dan memberantas terus tanpa adanya kesadaran dalam benak kita bahwa korupsi itu salah.
Maka yang seharusnya kita benahi sembari memberantas korupsi adalah melakukan pencerdasan yang tidak hanya keseluruh elemen birokrasi negara tapi keseluruh masyarakat, baik tua-muda, pria-wanita, mahasiswa-siswa. Dimulai dari institusi-institusi pendidikan SD,SLTP,SMA,Universitas, gereja madrasah,pesantren,parpol,dll. Kita bentuk budaya antikorupsi yang ngetrend layaknya lagu-lagu pop zaman sekarang yang mengendam ke balik-balik pikiran setiap warga. Menyelusup kesumsum tulang-tulang, hingga kita baik sadar atau tidak dalam benak akan selalu terprogram budaya tidak korupsi. Kita bentuk budayanya bukan kontrabudaya. Kemudian kita benahi birokrasi. Pangkas dan efisienkan kinerjanya. Kita raih zaman emas yang menunggu di depan kita. Ayohh…mungkin tinggal beberapa langkah lagi kita sejajar dengan bangsa-bangsa maju.

Tidak ada komentar: